PENTINGNYA ORGANISASI RAKYAT YANG KUAT DALAM MENOPANG
PERJUANGAN EKOMOMI DAN POLITIK PETANI
Pembelajaran dari SPKS Sanggau
Oleh
Arie Rompas
Latar Belakang
Realitas petani kelapa sawit saat ini penting dilihat dari sejarah komoditas dari perkembangan varietas sawit dan sejarah perkebunan dan situasi dan kondisi pada tahapan proses yang dilalui hingga pada saat ini. Kelapa sawit awalnya didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Pemintaan pasar tesebut kemudian kemudian memunculkan ide untuk membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif hingga saat ini hampir 7,5 juta ha kebun sawit yang berada di Indonesia.
Khusus di Kalbar dimana SPKS berdiri, perkebunan kelapa sawit mulai masuk sejak tahun 1978 di daerah landak dan Sanggau. Awalnya pola yang diterapkan oleh perusahaan adalah pola inti dimana tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan perkebunan sawit tersebut. Buruh perkebunan didatangkan dari luar pulau Kalimantan dalam program transmigrasi. Pada tahun 1982 di daerah Kembayan Sanggau mulai melakukan tuntutan atas tanah-tanah mereka yang dijadikan perkebunan sawit. Respon pemerintah dan perusahaan kemudian menawarkan pola PIR- Bun untuk masyarakat lokal, kemudian di Parindu juga dilakukan pola-PIRSUS dimana masyarakat lokal diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam perkebunan kelapa sawit tersebut.
Perkembangan selanjutnya karena semakin banyak tuntan masyarakat atas tanah, kebijakan pemerintah dan perusahaan menerapkan pola plasma untuk masyarakat lokal. Hingga pada tahun 2004 di Kabupaten sanggau saja terdapat 20.613 KK yang menjadi petani kelapa sawit.
Hal ini menunjukan bahwa fakta jumlah petani sawit akan meningkat dengan perluasan perkebuan sawit yang menjadi kebijakan pemerintah akibat dari kebutuhan pasar atas produk yang berasal dari minyak nabati tersebut.
Kondisi Objektif Petani Sawit
Di Kabuapaten Sanggau merupakan lokasi sawit pertama kali ditanam dan saat ini telah mencapai luasan 372, 250.00 ha dari total 12, 836 Km luas Kabupaten Sanggau. Jumlah petani sawit adalah 20.613 KK dari total penduduk Kabupaten Sanggau 336,116 jiwa. Kondisi petani sawit sangat memprihatinkan dimana keadaan ekonomi keluarga yang masih kekurangan dengan hanya diberikan luasan 2 ha untuk masing-masing KK. Secara politik petani belum dianggap sebagai satu bentuk profesi yang penting untuk di perjungkan dan masih menjadi alat pengerukan oleh perusahaan dan sama sekali tidak dilibatkan secara aktif dan partisipatif dalam proses perkebunan. Misalkan mereka tidak dilibatkan secara sistemats dalam proses penentuan tentang pola dan skema plasma yang akan diterapkan. Merka hanya bisa patuh dan manut atas keputusan yang sudah dibuat oleh perusahaan dan di setujui oleh pemerintah.
Proses awal pengadaan lahan untuk perkebunan tidak memperhatikan hak-hak masyarakat adat dayak dan masyarakat setempat yang masih menganut adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari mereka, Pembagian lahan untuk petani sama sekali tidak adil dan tidak transparan bahkan terjadi penipuan atas kesepakatan yang sudah dibuat, misalnya akad kredit petani yang sama sekali tidak melibatkan petani dalam penentuan jumlah kredit yang harus dibayar. Dari segi harga TBS mekanisme penentuan harga Indeks-k tidak melibatkan petani sehingga keputusan harga TBS hanya berdasarkan keptusan pemerintah dan perusahaan saja. Semua persoalan tersebut kemudian diperparah oleh infrastruktur jalan kebun plasma milik petani yang tidak terawat padahal mereka sudah membayar kredit melalui skema plasma yang ditentukan untuk infrastuktur kebun tersebut. Kondisi tersebut kemudian menjadi alat perekat petani dalam memperjuangkan hak-haknya tetapi sistem pemerintahan dan modal serta aparat penegak hukum menggunakan metode peredam perjuangan petani yang paling ampuh dengan jeratan hukuman dan kriminalisasi terhadap petani.
Upaya Pemenuhan Politik dan Ekonomi Petani Sawit
Dalam proses selanjutnya untuk memperjuangkan persoalan petani yang berkaitan dengan hak politik dan ekonomi petani sawit diperlukan satu garis perjuangan yang jelas dan arah dari pencapaian perjuangan. Untuk pemenuhan upaya ekonomi dan politik petani di perlukan aksi-aksi yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. Dalam melaksanakan aksi penting untuk melihat tingkatan dan syarat-sayarat organisasi. Salah satu yang harus di perhatikan adalah hubungan antara masalah dengan kondisi dan situasi yang sedang berlangsung. Ini penting untuk menjaga supaya aksi-aksi tersebut tidak subjektif sehingga sasaran bisa dituju dan dan terukur dengan kekuatan yang di miliki organisasi.
Sasaran atau sifat aksi pada pokoknya ada tiga macam yaitu aksi politik, ekonomi, dan aksi sosial. Sasaran aksi sering disebut hanya ada dua macam aksi yang pokok yaitu aksi politik dan aksi sosial-ekonomi karena aksi ekonomi dan aksi sosial sering sangat erat berhubungannya, kadang-kadang tidak jelas batasnya.
(1) Aksi Ekonomi
Aksi ekonomi merupakan aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial-ekonomi bagi petani dan organisasi. Aksi –aksi ekonomi yang dituangkan dalam program organisasi SPSK adalah usaha-usaha ekonomi yang dilakukan oleh organisasi untuk pemenuhan ekonomi bagi anggota petani kelapa sawit. Kegiatan-kegiatan ekomomi yang diprogramkan oleh SPKS yaitu :
1. Mengembangkan sistem perekonomian anggota dalam bentuk badan usaha produktif
2. Meningkatkan sumber daya atau peningkatan kemampuan anggota, yang mampu menguasai dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Mengembangkan kemandirian dalam mengurus sumber daya pendanaan dan menikmati hasil-hasilnya.
4. Mengelola pusat informasi berkaitan dengan kepentingan Anggota khususnya teknologi kelapa sawit, pasar, dan modal
5. Membangun jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga di tingkat lokal, nasional, dan internasional dalam memperjuangkan hak-hak anggota yang lebih baik
Petani kelapa sawit sejatinya memiliki basis produksi yang jelas yaitu tanah dan kebun sawit yang mereka kelola di atas tanah tersebut, persoalan saat ini adalah partsispasi dalam penegloaan kebun dimana petani belum memiliki keahlian bagaimana pengelolaan dan produktifitas atas tanah dan kebun mereka karena komoditas sawit masih merupakan hal yang baru dan jauh dari budaya dan pola pengelolaan sumberdaya alam yang selama ini dikuasai oleh mereka. Upaya-upaya ekonomi penting dan harus didukung dengan upaya-upaya politik. Basis-basis produksi petani sawit harus dipertahankan melaui upaya-upaya politik, Inisiatif upaya ekonomi yang dilakukan SPKS Kalbar antara lain iuran anggota organisasi. Bahkan dibeberapa wilayah sudah mulai mengumpulkan hasil dari panen mereka untuk dijadikan kas organisasi dalam pembiayaan kebutuhan kerja-kerja organisasi di luar iuaran anggota.
(2) Aksi Politik
Aksi politik organisasi SPSK adalah aksi yang sangat penting dilakukan dan syarat dan konsukewensinya tinggi dan berat. Aksi-aksi politik ini tentunya bisa dilihat dan di ukur dari kempuan organisasi. Aksi plitik ini akan selalu berhadapan dengan rezim dan pengusa saat ini. Kegiatan-kegaitan yang diprogramkan oleh SPKS antara lain :
1. Mengajukan usulan-usulan kebijakan kepada pemerintah berkaitan dengan kepentingan anggota
2. Mengembangkan sumber daya petani dan kelembagaan perkumpulan agar dapat ikut berperan serta secara politis
Aksi Politik yang sudah dilakukan oleh SPKS Sanggau adalah mendudki Kantor Bupati Sanggau dan memaksa pihak pemerintah daerah untuk membuat Tim penyelseaian konflik atas persoalan-persoalan petani dan mendesak DPRD Provinsi Kalbar dan DPRD Kabupaten Sanggau untuk membentuk pansus perkebunan sawit. Dalam kondisi ini sebenarnya harus ada perubahan yang kongkrit atas tindakan-rindakan politik tersebut, namun dalam perkembanganya aksi politik tersebut di batalkan oleh organisasi yang mengakibatkan proses tersebut tidak berarti bagi petani kelapa sawit khusunya di Sanggau.
(3). Aksi Sosial dan Hukum
Aksi ini merupakan aksi turunan atas aksi politik dan ekonomi organisasi. Secra garis besar ini merupakan aksi sosial namun juga bisa dipisahkan dengan aksi hukum dalam upaya pembelaan hak-hak petani berkaitan dengan upaya litigasi dalam proses hukum yang dihadapi oleh oragnisasi dan anggotanya sebgai konswekensi dari kontradiksi yang terjadi di organisasi.
Program di bidang sosial yaitu :
1. Mewujudkan kesejahteraan sosial anggota lewat pemerataan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
2. Memperjuangkan hak anak dan perempuan
3. Melestarikan lingkungan hidup
Sementara di bidang hukum yaitu :
1. Melakukan penyuluhan dan advokasi hukum bagi anggota;
2. Memberi perlindungan hukum;
3. Mengusahakan penegakan hukum tanpa diskriminasi
Upaya hukum yang dilakukan oleh organisasi yaitu mendampingi proses hukum yang menimpa anggota organisasi akibat dari aksi-aksi agitasi yang dilakuakan. Upaya pendampingan hukum (Litigasi) dengan menghadiri pengacara dalam kasus di PT. Mas II ( kriminalisasi dengan pasal 170 dan UU Perkebunan) dan Kasus KGP (UU Perkebunan dan 281 KUHP) yang menimpa anggota SPKS.
Refleksi Perjuangan SPKS Kalbar
Dari segi umur oranisasi, SPKS Kalbar (Sanggau) didirikan pada tahun 2006 dan baru berumur 2 tahun dan masih sangat muda, disisi lain perkebunan sawit masuk di Sanggau sejak tahun 1978 melaui PTP VII di daerah Ngabang dan Parindu. Rezim yang berkuasa saat itu masih orde baru namun pada saat pembukaan perkebunan sawit telah banyak aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat namun masih belum terorgansisir dan bersifat sporadis. Aksi-aksi yang dilakukan sering dipatahkan oleh penguasa orde baru saat itu. Ketika SPKS berdiri petani seolah-olah mempunyai tempat untuk mencurahkan semua persoalan dan kasus-kasus mereka, Organisasi kemudian dipandang sebagai dewa penolong yang akan mengeluarkan mereka dari masalah dalam waktu yang singkat. Arti perjuangan sesunguhnya tentang organisasi belum dipahami secara utuh sehingga dalam perkembanganya menimbulkan gejolak dalam organisasi. Persoalan hak atas tanah yang sebelumnya di rampas oleh rezim orde baru menjadi motif yang kemudian menjadi isu utama sehingga menjadi keinginan dan desakan kepada organisai untuk menyelasaikan persoalan tersebut. Disisi lain kemampuan dan sumberdaya organisasi serta pengurus dan pimpinan organisasi belum memiliki kemampuan dalam strategi dan penanganan konflik. Kepemimpinan yang kuat dalam organisasi merupakan syarat yang mutlak yang harus dimiliki yang menjadi ujian terhadap kontrol organisasi dalam situasi dan kondisi seperti ini. Ada 14 kasus anggota petani SPKS dari beberapa persoalan utama yang dihadapi petani kelapa sawit yang terjadi di beberapa wilyah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sanggau dan kebanyakan berkaitan dengan kasus-kasus tanah.
Beberapa persoalan utama petani kelapa sawit yang terjadi di Sanggau dituangkan dalam tabel berikut :
Tabel Persoalan Persoalan Utama Petani Kelapa Sawit
Yang Teridentifikasi
NO Persolaan Petani
Deskripsi
I Persoalan Tanah
Tidak ada ganti rugi lahan
Pada saat perkebunan masuk tanah-tanah tidak di ganti rugi oleh perusahaan.
Penggusuran secara paksa Tanah – tanah masyarakat yang di pertahankan digusur secara paksa atau sembunyi-sembunyi oleh perusahaan. Ini menjadi motif perusahaan dalam pengusaan tanah untuk perkebunan.
Lokasi kebun plasma yang berbeda dengan tanah milik petani. Tanah yang didistribusikan berbeda dengan lokasi kebun plasma yang di peroleh petani
Penggunaan istilah adat untuk pengusaan tanah-tanah masyarakat. Sebelum pembangunan perkebunan kelapa sawit masuk penguasaan lahan dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat adat, namun ketika perkebunan masuk tanah-tanah tersebut diserahkan kepihak perusahaan dengan sistem derasa dimana pihak perusahaan dan pemerintah merupakan ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah. Disisi lain masyarakat adat mengatakan bahwa derasa bukan ganti rugi tanam tumbuh melainkan sesuatu bentuk penghargaan atas tanah oleh seseorang terhadap pemiliknya.
II Konsep Plasma dan kelembagaan petani
Komposisi penyerahan lahan 7,5 yang menjadi skema dan beban kredit terhadap tanah tersebut. Konsep plasma yang di tawarkan oleh perusahaan tidak pernah didiskusikan dengan masayarkat. Sehingga skema palsma yang dilakuakn dipaksakan misalkan petani harus menyerahkan tanah 7,5 ha kemudian akan dikembalikan ke petani 2 ha lahan sawit yang kemudian dibayar dengan angka kredit.
KUD sebagai kelembagaan petani yang tidak berpihak pada kepentingan petani KUD sebagai kelembagaan petani tidak memperjuangkan kepentingan petani justru menjadi alat penghisap bagi petani dengan pemotongan-pemotongan yang tidak jelas dan perjajian sepihak mengatasnamankan yang dilakukan dengan perusahaan dan pemerintah.
III Infarstruktur Kebun
Jalan poros dan penghubung rusak dan tidak dibangun Jalan-jalan yang dibangun untuk perkebunan plasma tidak di rawat dan rusak padahal komponen biaya dipotong dari kredit petani.
Terlambat konversi Kebun Sesuai aturan dimana jangka waktu konversi 48 bulan, namun dalam implementasinya konversi tidak dilakukan bahkan sampai 10 tahun kebun belum di konversi.
Kebun yang diterlantarkan Dalam beberapa kasus kebun yang sudah dibangun tidak dirawat dan diterlantarkan kemudian dikeloal secarasawdaya oleh petani.
Alat transportasi yang tidak pasti Pengeloaan transportasi yang dikuasai oleh perusahaan mengakibatkan ketergantungan bagi petani terhadap alat tranportasi, dan ketidakpastian transportasi tersebut merugikan petani.
IV Perjanjian
Pelangaran perjanjian yang dilakukan oleh perusahaan (perjanjian tertulis dan tidak tertulis)
Perjanjian yang disepakati banyak di manipulasi dan tidak diimplemtasikan. Mobilisasi tanda tangan dengan cara penipuan merupakan modus perusahaan dalam melakukan perjajian dengan petani.
Penentuan beban kredit yang tidak melibatkan petani Penentuan beban akad kredit yang harus ditanggung oleh petani di putuskan tanpa melibatkan petani.
V Permodalan dan sumberdaya Petani
Biaya Replanting
Petani tidak mempunyai modal untuk peremajaan kebun sehingga masih terikat dengan skema perusahaan. Petani tidak di ajrkan kemandirian namun dipkas untuk ketergantungan terhadap perusahaan.
Kemampuan dalam pengelolaan kebun oleh petani masih rendah Petani sawit tidak diberikan pembinaan dan pelatihan untuk budidaya kebun sawit sehingga produktifitasnya rendah
VII Kriminalisasi dan intimidasi
Upaya-upaya perjuangan yang dilakuakn oleh petani dibenturkan dengan Pidana dan Undang-Undang Perkebunan
Persoalan-persoalan diatas tersebut sudah terakumulasi pada petani sawit sehingga mempengaruhi arah perjuangan organisasi. Sealain sumberdaya pengurus dan pimpinan organisasi yang juga proses penyelesaian persoaln tersebut dipengaruhi juga oleh struktur ogranisasi yang tidak efektif dan efisien. Fungsi pelyanag dan struktur organisasi masih berdasarkan terotori pemerintahan yang mangakibatkan terganggunya kjonsolidasi di satu wilayah perkebunan. Selain itu juga terjadi tumpang tindih antar pengurus mengakibatkan tidak efisiennya pelayanan pimpinan terhadap organisasi. Keputusan organisasi menjadi tidak jelas karena pemahaman terhdap tugas dan fungsi pengurs dan kordinator tidak dipahami secara jelas. Mekanisme pengambilan keputusan tersentral pada pimpinan (sekjen) sehingga tingkat ketergantungan terhadap sekjen menjadi tinggi. Strategi dan keputusan organisasi kemudian bisa dibatalkan oleh pimpinan mengakibatkan kejenuhan dalam melakukan rapat-rapat organisasi. Kondisi dan situasi ini mengakibatkan depresi terhadap organisasi kemudian menjadi tuntutan untuk melakukan perubahan yang fundamental atas organisasi. Akumulasi tekanan yang berat terjadi ketika petani yang merupaka anggota SPSK di kriminalisasi oleh aparat keamanan akibat aksi agitasi yang dilakukan dengan memagar dan mensegel kantor PT. MAS II. Tekanan yang dilakukan oleh pemodal dan pemerintah serta aparat kepolisian kemudian menjadi resitensi terhadap organisasi. Berbagai upaya dilakukan untuk membuyarkan konsolidasi petani termasuk mengintimidasi pengurus SPKS melaui preman dan melakukan tekanan terhadap anggota SPKS yang PNS bahkan memindahkan tugas seperti yang terjadi terhadap Ibu Rini salah satu pengurus wilayah SPKS. Yang paling parah adalah dalam organisasi sendiri kemudian menyalahkan petani yang melakukan blokade terhadap perusahaan padahal aksi tersebut merupak keputusan bersama dan merupakan tindakan organisasi. Tekanan dari berbagai pihak ini kemudian membuyarkan konsolidasi yang sudah dibangun karena organisasi dan anggota serikat belum terkonsolidasi dalam satu pikiran dan satu tindakan.
Advokasi hak-hak petani, pembelajaran kasus PT. Mas II ( Golden Hope Group)
Sejak perusahahan PT. Mas masuk didaerah Bonti dan sekitarnya, banyak hak-hak masyarakat yang tertindas sehingga mereka mulai mengorganisir diri untuk melakukan perubahan atas kondisi yang tidak menguntungkan bagi mereka. Berbagai upaya mereka lakukan termasuk mengirimkan surat protes yang disampaikan keberbagai pihak yang berkepentingan atas persoalaan mereka. Terakhir petani mengirimkan surat tuntutan yang berisikan 14 tuntutan yang intinya protes terhadap praktek-praktek perusahaan yang tidak adil atas tanah dan pengelolaan plasma yang tidak transparan dan jauh dari kesejahteraan yang dijanjikan perusahaan. Mereka memberikan jangka waktu 1 bulan kepada pihak perusahaan untuk merespon tuntutan mereka sejak tanggal 3 agustus 2007 hingga tanggal 3 September 2007. Namun sangat disayangkan surat tuntutan tersebut tidak direspon oleh pihak perusahaan sehingga petani melakukan aksi ke kantor PT. Mas II pada tanggal 3 September 2007. Dalam aksi tersebut yang terdiri dari 500 petani mendatangi kantor dan sempat menyegel kantor milik PT. Mas II di Seribot. Mereka mendesak perusahaan untuk menanggapi tuntutan yang mereka sampaikan sebelumnya, namun perusahaan berdalih bahwa surat tuntutan petani baru mereka terima 3 hari sebelumnya. Massa baru bubar pada subuh hari (tanggal 4 September) ketika ada kesepakatan melaui surat yang di bacakan oleh Bpk. Fatah Lubis ( senior asisten PT. Mas ) bahwa perusahaan akan menanggapi tuntutan petani dalam jangka waktu 2 minggu. Setelah surat di bacakam petani kemudian kembali ke rumah masing-masing dan menuggu surat jawaban. Namun sangat disayangkan tanggal 5 september pada malam hari terjadi panangkapan atas 5 orang petani di dusun Kerunang . Pengakapan dilakukan oleh sepasukan polisi bersenjata lengkap dengan menggunakan 2 buah truk dalmas, 2 kijang dan 1 mobil patroli dari Polres Sanggau yang di pimpin langsung oleh Wakapolres Sanggau dan membawa 5 orang petani yaitu Ameng, Syahrani, Aleng, Andi dan lapok ( terakhir lapok di besakan oleh Polisi pada tanggal 7 September). Saat penangkapan terjadi, mereka dilakukan tidak manusiawi dan tanpa surat penangkapan dari pihak kepolisian. Salah satu orang yang ditahan (lapok) adalah pemuda yang cacat fisik dan yatim piatu yang tidak tahu tentang persoalan diciduk dan dipukuli saat ditangkap. Dia sempat pingsan di mobil truk polisi waktu dalam perjalanan menuju polres Sanggau. Ironisnya penangkapan terjadi pada saat petani sedang melakukan prosesi upacara adat bahanyu (pemulihan seseorang akibat trauma) yang dilakukan masyarakat dusun kampuh dan kerunang. Andi dan Ameng di tangkap pada saat mereka sedang mencari ayam untuk ”kibau” untuk prosesi adat. Motor mereka ditendang dan dirobohkan dan langsung di tahan dan dilempar dimobil truk milik kepolisian. Tidak berhenti disitu pada keesokharinya pada tanggal 6 september, rumah-rumah masyarakat di dusun kerunang di geledah oleh kepolisian Polres Sanggau tanpa ada pemberitahuan terhadap pemilik rumah. Hal ini membuat masyarakat desa Kerunanag ketakutan dan bersembunyi di hutan. Semua prilaku kepolisian dilakukan atas dasar surat laporan dari perusahaan PT. Mas II melaui Bpk. Fatah Lubis (senior Assten PT. Mas) yang manyatakan bahwa petani telah melakukan pengrusakan barang milik perusahaan. Merka di tuduh dengan pasal 170 KUHP tentang kekerasan atas barang dan UU Perkebunan. Selanjutnya mereka dihadirkan dalam persiadngan yang memakan waktu 4 bulan dengan 13 kali persidangan. Keempat anggota SPSK tersebut kemudian diputuskan bersalah melanggar pasal 170 KUHP dan majelis hakim memutuskan 2 tahun penjara untuk sayhranai dan 1 tahun penjara untuk Andi, Aleng dan Ameng. Putusan tersebut sama persis dengan apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum. Melihat hal ini kemudian petani melaui penasehat hukumnya melakukan Banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat dan hingga saat ini masih dalam proses banding. Namun belum berhenti di situ, 2 orang dari 4 orang patani tersebut ( Syahrani dan Aleng) kemudian diajukan lagi ke pengdalan atas persolan yang sama namun dalam kasus yang berbeda. Mereka dikenakan dengan tuntutan yang sama dengan kasus pertama namun objeknya berbeda yaitu pasal 170 KUHP tentang kekererasan terhadap orang yaitu kepala desa Kampuh. Ini merupakan skenario yang memang sudah dipersiapkan oleh perusahaan dan pemerintah untuk menghancurkan perjungan petani hal ini terlihat jelas pada proses nuansa dalam persidangan dan manufer yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan yang telah berkolaborasi.
Kasus ini merupakan ujian berat bagi organisasi dalam penganan dan keluar dari persoalan dan tekanan dari berbagai pihak atas kondisi situasi tersebut. Tekanan politik dari pemerintah dan perusahaan kemudian menjadi issue politik di Sanggau mengakibatkan resistensi terhadap organisasi oleh semua pihak akibat kampanye yang dilancarkan oleh pihak perusahaan dan pemerintah karena dianggap melawan pemerintah dan merusak investasi. Situasi ini kemudian menjadi beban yang menghambat organisasi dan membuyarkan konsolidasi yang selama ini dilakukan dan mengikis kepercayaan anggota terhadap organisasi. Kemampuan organisasi dan tidak optimalnya dukungan jaringan prodemokratik lainya kemudian mengakibatkan kasus ini mengalami stagnasi, perjuangan litigasi yang dilakukan kemudian menjadi tidak berarti tanpa upaya konsolidasi dan perjuangan diluar jalur hukum (non litigasi). Putusan yang dijatuhkan bagi 4 orang anggota SPKS tersebut menunjukan ketidakadilan bagi perjuangan petani padahal upaya lainya juga sudah dilakukan misalnya dengan mendatangkan KOMNAS HAM, dan kasus ini telah memaksa pihak perusahaan untuk bernegosiasi dengan pimpinan SinergyDrive dikuala lumpur dengan petani namun folowup tidak dijalankan dengan baik.
Membangun Kemandirian Organisasi Petani SPKS
Untuk menjadi organisasi rakyat yang kuat, mandiri dan dapat dipercaya serta mampu menjamin kehidupan anggotanya sebagaimana misi dari Serikat Petani Kelapa Sawit sebagai organisasi rakyat tentunya memerlukan proses perjuangan yang panjang. Tantanganya adalah bagamnan menjalankan unsur-unsur organisasi antara yaitu tujuan yang jelas, organisasi yang bergerak terus-menerus, kepemimpinan yang kuat dan kader yang tangguh serta massa yang menyatu.
A. Tujuan Organisasi
Tujuan utama dari SPKS Kalbar belum terinternalisasi dalam tubuh organisasi dan pemimpin-pemimpin SPKS Kalbar. Hal ini mengakibatkan tujuan organisasi menjadi kabur dan bersifat kasuistik, motif bergabunnya anggota tidak jelas dan tidak tersampiakn dengan baik tentang arti penting organisasi perjuangan yang didanai oleh anggota serikatnya. Tujuan ini harus di perjelas untuk mengarahkan organisasi SPSK ke arah visi dan misi organisasi.
B. Organisasi yang bergerak terus menerus
Organisasi harus bergerak terus menerus sebagai respon terhadap perkembangan anggota dan orgaisasi. Setiap situasi yang berkembang seharusnya dijadikan proses pembelajaran dalam malakuakan aksi-aksi politik dan ekonomi organisasi. Konsolidasi dilakuakn terus menerus melaui diskusi kritis untuk mecahkan masalah-masalah petani. Disini juga dibutuhkan kader-kader yang akan menggerakan organisasi diluar struktur organisasi serikat SPKS yang ada.
C. Kepemimpinan yang kuat
Syarat kepemimpinan yang kuat didasarkan pada beberapa hal yang harus dimilki organisasi yang dimplementasikan dalam beberapa prinsip organisasi masa yaitu demokrasi terpusat, kepemimpinan kolektif, sistem komite dan kritik otikritik. Terjemahan prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :
1. Demokrasi Terpusat
Demokrasi terpusat adalah prinsip berorganisasi berdasarkan pada demokrasi yang dipusatkan dan kepemimpinan pusat yang berbasis demokrasi. Tujuan prinsip ini adalah membawa kesatuan tindakan (secara politik atau organisasi) dari SPKS agar tidak terpecahbelah ketika harus mengambil tindakan nyata dilapangan. Kekompakan dari seluruh jajaran pengurus SPKS adalah jaminan untuk memenangkan perjuangan petani kelapa sawit secara luas. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :
Sekertariat dalam hal ini sekrtaris jendral sebagai pemimpin organisasi harus selalu memberikan perhatian dari laporan dan pandangan dari Kordinator Wilayah, Kordinator Kecamatan dan seluruh jajaran anggota SPKS sampai ditingkat komunitas. Pengurus harus selalu mempelajari dengan terus menerus pengalaman kongkret dan memberikan pertolongan/asistensi dalam pemecahan masalah.
Semua pengurus organisasi SPKS harus selalu memberikan laporan secara reguler berkala dan khusus tentang kerja mereka kepada pengurus diatasnya dan harus selalu meminta petunjuk (instruksi) tentang persoalan yang menjadi syarat keputusan yang dikeluarkan oleh Pengurus SPKS di atasnya.
Seluruh pengurus organisasi SPKS harus mengikuti prinsip kepemimpinan kolektif dan memecahkan persoalan secara kolektif.
2. Kepemimpinan Kolektif
Kepemimpinan kolektif adalah metode memimpin yang tidak bertumpu pada segelintir tokoh atau perseorangan yang menonjol dalam SPKS. Karena sifat organisasi SPKS adalah milik seluruh petani kelapa sawit yang diperjuangkannya, maka monopoli kepemimpinan ditangan satu orang tokoh akan berakibat fatal bagi kelangsungan perjuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari lahirnya seorang pemimpin otoriter yang mengklaim organisasi adalah dirinya sendiri, sehingga segala keputusan penting berada ditangannya.
3. Sistem Komite
Sistem komite adalah pelaksanaan praktek sehari-hari dari prinsip demokrasi terpusat dan kepemimpinan kolektif. Dalam sistem ini semua anggota akan terlibat dalam bagian-bagian rencana kerja yang telah dirumuskan sebelumnya. Walaupun anggota SPKS harus memilih pimpinan untuk memimpin sebuah bagian kerja atau seluruh organisasi namun hubungan pimpinan dan anggota harus setara dan berkaitan erat. Pimpinan tidak mempunyai hak khusus. Suara pimpinan sama dengan anggota dan bertanggungjawab terhadap jalannya tugas. Anggota harus mendukung, membantu, hormat pada pimpinan, memberi laporan, dan menjaga kelancaran pertemuan.
4. Kritik dan Otokritik
Kritik dan otokritik adalah penilaian atas kerja organisasi SPKS dan personal dalam menjalankan program yang telah disepakati. Kritik diberikan kepada anggota kolektif dan otokritik diberikan atas penilaian kerja diri sendiri. Kritik dan otokritik yang dikembangkan yakni tidak untuk menghakimi, menjatuhkan dan menghujat, tetapi kritik dan otokritik dimaksudkan untuk memberikan penilaian secara konstruktif demi majunya organisasi SPKS dan tetap berjalanya program organisasi.
D. Kader yang tangguh
Untuk membantu kerja-kerja SPKS dalam menjalankan tugas keorganisasian dan pengkaderan yang jelas maka perlu dibuat satu komite di luar struktur kepengurusan SPKS, semacam komite yang dibuat sesuai kebutuhan organisasi SPKS yaitu :
1. Komite Pendidikan dan Propaganda. Tugas komite pendidikan dan proganda adalah mengadakan pendidikan-pendidikan terhadap seluruh anggota atau petani secara luas, menerbitkan panduan pendidikan, menerbitkan surat kabar atau buletin organisasi SPKS, dan mengurus kegiatan-kegiatan seni kebudayaan/adat.
2. Komite Organisasi. Tugas komite organisasi adalah mengkonsolidasi organisasi-organisasi di bawah badan pimpinan, melakukan kerja pengembangan organisasi, mendata anggota, menyelesaikan persoalan anggota, dan merekrut anggota baru.
3. Komite Keuangan dan Dana. Tugas komite keuangan dan dana adalah membuat administrasi keuangan organisasi, mengutip pendapatan iuran anggota, mengadakan kegiatan produktif yang akan menambah keuangan organisasi
E. Massa yang manyatu
Kekuatan politik dari sebuah Organisasi rakyat adalah kekuatan massa rakyat yang terkonsolidasi dengan baik dalan satu tujuan, satu tindakan dan satu pikiran yang sama. Untuk menyatukan kekuatan massa rakyat diperlukan syarat-syarat yaitu penting untuk dilakukan sosialisasi dalam upaya perekrutan anggota serikat. Hingga saat ini jumlah anggota SPKS sekitar 1025. orang yang berasal dari beberapa kecamatan di Kabupaten Sanggau. Dari data yang ada di kabupaten Sanggau saja terdapat 202.613 KK. artinya target yang jelas untuk di ajak bergabung dalam serikat petani berdasarkan pada satu tujuan dan nasib yang sama. Tantangan bagi pengurus SPKS untuk melakukan strategi perekrutan anggota serikat tersebut.
F. Kekuatan dana yang mandiri
Untuk menjalankan organisasi dibutuhkan logistik dalam mendanai gerakan yang dilakukan oleh sekertariat dan organisasi. Petani kelapa sawit memiliki basis produksi yang jelas karena mereka memiliki tanah dan kebun sawit untuk kegiatan ekonomi. Upaya-upaya ekonomi organisasi diarahkan untuk mendukung kerja-kerja organisasi dalam upaya pemenuhan kesejahteraan dibidang ekonomi petani. Salah satunya misalkan dalam 1 kilogram TBS di potong 50 Rupiah untuk membiayai organisasi. Hasil TBS petani sawit untuk 1 kapling kebun plasma bisa menghasilkan 2-3 ton TBS perbulan. Artinya apabila dilakukan pemotongan 50 Rupiah / Kg TBS dikalikan rata-rata TBS perbulan petani 2,5 ton kg dikali kan 1500 anggota petani sawit, artinya organisasi bisa mengumpulkan rata-rata Rp 18. 750.000 /bulan. Ini bukan merupakan dana yang kecil apabila dikeloala dengan baik oleh organisasi.
G. Jaringan dan Dukungan Yang Luas
Jaringan yang kuat merupakan hal yang penting dan mutlak untuk dilakukan organisasi. Jaringn yang kuat akan menyulitkan pihak-pihak lawan untuk menghancurkan organisasi. Aliansi yang dibangun harus dianalisa dengan baik untuk memetakan aliansi strategis ataupun aliansi taktis dalam melakukan perjuangan. Kesalahan pada analisa dalam membangun aliansi dan jaringan justru akan menghancurkan tatanan organisasi SPKS apabila terjadi kesalahan dalam pemetaan dan intervensi jaringan terlalu kuat terhadap organisasi. Disisi lain juga untuk tidak menjadi ketergantungan dengan jaringan menjadi penting karena pada dasarnya kebutuhan anggota adalah organisasi SPKS bukan pada jaringan.
Ketujuh komponen tersebut merupakan syarat-syarat yang semestinya menjadi ukuran dalam melakukan aksi-aksi politik ekonomi untuk menopang perjuangan petani sawit untuk melawan dominasi sistem perkebunan sawit skala besar yang menjadi alat penguasan sumbar-sumber produksi oleh kapitalis dan birokrat pemerintah, tentunya organisasi yang kuat dan mandiri merupakan syarat yang mutlak untuk menopang perjuangan ekonomi politik petani sawit.
Friday, April 25, 2008
PENTINGNYA ORGANISASI RAKYAT YANG KUAT DALAM MENOPANG PERJUANGAN EKOMOMI DAN POLITIK PETANI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Kapan kita diskusi lagi nih, kayaknya gue perlu belajar tentang sawit
Salam Rakyat Berdaulat
Heru
Post a Comment