Tuesday, June 27, 2006

Hutan Kalteng Kritis

Hutan Kalteng Kritis :
Luas Lahan Kritis Hutan Produksi Mencapai 37,11 Persen

Palangkaraya, Kompas - Kerusakan lingkungan semakin menjadi-jadi akibat tidak terkendalinya kegiatan penebangan pohon dan maraknya konversi fungsi lahan di hutan. Luas lahan kritis hutan produksi di Kalimantan Tengah kini mencapai sekitar 37,11 persen dari total luas hutan.

Dari data Badan Planologi Departemen Kehutanan tahun 2000, luas lahan kritis dan konversi untuk kepentingan nonkehutanan di hutan produksi Kalimantan Tengah (Kalteng) mencapai 2.815.803 hektar, atau sekitar 37,11 persen dari total luas hutan produksi 7.587.411 hektar. Kondisi ini mengkhawatirkan karena lingkungan menjadi rawan bencana.

Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Arie Rompas, Senin (6/3) di Palangkaraya, menyerukan upaya serius pemulihan lingkungan bagi wilayah yang luas hutannya kurang dari 30 persen luas wilayah.

Merujuk data Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kalteng tahun 2003, luas kawasan hutan Kalteng 10.294.853,52 hektar, atau 67,04 persen luas provinsiĆ¢€”dua kali lipat luas minimal yang disyaratkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, minimal 30 persen.

Meski demikian, ternyata daerah Lamandau, Pulang Pisau, dan Kotawaringin Barat kebanjiran pada musim hujan lalu. Tidak semua kabupaten memiliki hutan luas, kata Arie. Dampak kerusakan hutan di Kalimantan akan lebih buruk dibanding di Pulau Jawa karena di Kalimantan banyak daerah aliran sungai (DAS). Jika dibiarkan, 10 tahun lagi hutan Kalteng akan habis. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Satriadi.

Sementara itu, peraturan pemerintah yang menetapkan lima persen produksi perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan (HPH) harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan lokal dinilai sulit diterapkan karena harganya terlalu mahal.

Itu dikatakan Ketua Masyarakat Perhutanan Indonesia/Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Kalteng Mawardi, kemarin.

Untuk mendapat satu meter kubik kayu olahan, perlu dua kubik kayu bulat HPH seharga Rp 1,1 juta per kubik. Itu masih ditambah biaya provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR). Harga ini jauh di atas kayu lokal non-HPH yang di pasaran Rp 900.000 per kubik.

Sementara Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Rusdi Manaf di Samarinda mengungkapkan, laju deforestasi Kaltim 500.000 ha per tahun 20 persen laju deforestasi di Indonesia yang 2,5 juta ha. Menurut dia, hal ini akibat lemahnya pengawasan dan kurangnya komitmen industri kehutanan dalam mengelola hutan. (CAS/BRO)

No comments: