Sunday, July 20, 2008

Intervensi Kekuatan Modal Terhadap Lembaga Peradilan


Proses Persidangan
Antara Petani Plasma Anggota SPKS dan PT. Mas II
( Intervensi Kekuatan Modal Terhadap Lembaga Peradilan )


Latar Belakang Kasus

Aksi yang dilakukan petani sesunguhnya merupakan puncak dari kekecewaan masyarakat di lima kampung di wilyah kecamatan bonti, Kabupaten Sanggau. Lima kampung tersebut adalah, kampung Kampuh, Kerungan, Sidae, Seribot, Upe , dan Moa. Sejak perusahaan PT Mas masuk didaerah tersebut pada tahun 1995 terjadi penipuan dan perampasan hak-hak masyarakat lokal terhadap tanah-tanah yang selama ini dikelola mereka secara tradisioanal. Masyarakat lokal kemudian harus menyerahkan tanah mereka untuk dikompensasikan menjadi kebun plasma karena tidak ada pilihan lain yang diberikan. Pola yang penyerhana lahan mengunakan pola 7,2 : 2 dimana untuk mendapatkan 2 ha kebun plasma mereka harus menyerhkan lahan seluas minimal 7,5 ha per keluarga. Proses pembebasan lahan ini kemudian menggunakan cara-cara yang tidak adil bagi mereka karena dilakukan dengan penipuan, perampasan dan menggunakan aparat desa, tokoh masayrakat dan tokoh adat serta pihak kepolisian. Hal ini yang menjadi persoalaan pokoknya. Tidak berhenti disitu, upaya-upaya lain juga yang sering dilakukan perusahaan dalam menipu dan menghisap ketika mereka telah menjadi petani plasma antara lain:
1. Perjanjajian akad kredit tanpa melibatkan petani sehingga petani menggung utang yang mereka tidak setujui,
2. Perjanjian semi manajemen dimana pemotongan terus dilakukan tapi hak petani tidak di peroleh,
3. Manajemen kelembagaan petani yang tidak berpihak pada kepentingan petani,
4. Pemotongan denda mutu yang tidak adil.
5. Pemotongan secara sepihak berkaitan harga TBS . Harga yang diterima petani tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk memperjuangkan hal itu berbagai upaya mereka lakukan termasuk mengirimkan surat protes yang disampaikan keberbagai pihak yang berkepentingan atas persoalaan mereka. Terakhir petani mengirimkan surat tuntutan yang berisikan 14 tuntutan yang intinya protes terhadap praktek-praktek perusahaan yang tidak adil atas tanah dan pengelolaan plasma yang tidak transparan dan jauh dari kesejahteraan yang dijanjikan perusahaan dan memberikan jangka waktu 1 bulan kepada pihak perusahaan untuk merespon tuntutan mereka sejak tanggal 3 agustus 2007 hingga tanggal 3 September 2007. Namun sangat disayangkan surat tuntutan tersebut tidak direspon oleh pihak perusahaan sehingga petani melakukan aksi ke kantor PT. Mas II pada tanggal 3 September 2007. Dalam aksi tersebut yang terdiri dari kurang lebih 500 petani mendatangi kantor dan sempat menyegel kantor milik PT. Mas II di Seribot. Mereka mendesak perusahaan untuk menanggapi tuntutan yang mereka sampaikan sebelumnya, namun perusahaan berdalih bahwa surat tuntutan petani baru mereka terima 3 hari sebelumnya. Massa baru bubar pada subuh hari (tanggal 4 September) ketika ada kesepakatan melaui surat yang di bacakan oleh Bpk. Fatah Lubis ( senior asisten PT. Mas ) bahwa perusahaan akan menanggapi tuntutan petani dalam jangka waktu 2 minggu. Setelah surat di bacakam petani kemudian kembali ke rumah masing-masing dan menuggu surat jawaban. Namun sangat disayangkan tanggal 5 september pada malam hari terjadi panangkapan atas 5 orang petani di dusun Kerunang . Penangkapan dilakukan oleh sepasukan polisi bersenjata lengkap dengan menggunakan 2 buah truk dalmas, 2 kijang dan 1 mobil patroli dari Polres Sanggau yang di pimpin langsung oleh Wakapolres Sanggau dan menangkap 5 orang petani (Ameng, Rani, Aleng, Andi Lapok).


Proses Pemeriksaan dan Persidangan

Kasus 1
Saat penangkapan terjadi mereka dilakukan tidak manusiawi dan tanpa surat penangkapan sesuai prosedur hukumyang berlaku. Salah satu orang yang ditahan (lapok) adalah pemuda yang cacat fisik dan yatim piatu yang tidak tahu tentang persoalan diciduk dan dipukuli saat ditangkap. Dia sempat pingsan dimobil truk polisi waktu dalam perjalanan menuju polres Sanggau. Ironisnya penangkapan terjadi pada saat petani sedang melakukan prosesi upacara adat bahanyu (pemulihan seseorang akibat trauma) yang dilakukan masyarakat dusun kampuh dan kerunang. Tidak berhenti disitu pada keesokharinya pada tanggal 6 september, rumah-rumah masyarakat di dusun Kerunang di geledah oleh kepolisian Polres Sanggau tanpa ada pemberitahuan terhadap pemilik rumah. Hal ini membuat masyarakat desa Kerunanag ketakutan dan bersembunyi di hutan. Semua prilaku kepolisian dilakukan atas dasar surat laporan dari perusahaan PT. Mas II melaui Bpk. Fatah Lubis (senior Assten PT. Mas ) yang manyatakan bahwa petani telah melakukan pengrusakan barang milik perusahaan.
Menurut pengakuan korban dipukuli sejak dari desa kerunang sampai ke Polres Sanggau dan sempat di periksa, namun pada tanggal 7 september pengurs SPKS mengajukan keberatan dan meminta mereka untuk tidak diperiksa tanpa didampingai pengacara. Kemudian salah satu dari mereka ( lapok ) dibebasakan oleh Polres Sanggau tanpa penjelasan apapun.
Selanjutnya pada tanggal 8 September proses pemeriksaan terhadap 4 orang tesebut (Syahrani / 27 Th, Aleng / 34 Tahun, Adrainus Andi/ 27 Th, Martinus Ameng/35 Th) dilakukan dengan didampingi oleh pengacara dari IKADIN Pontianak ( Bambang Tulus, SE dan Mari’e S.H). Mereka menjadi tersangka karena melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP yaitu ”secara bersama –sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang”. dan UU perkebunan tahun 2004.
Selama proses permeriksaan mereka ditahan di Polres Sanggau dari tanggal 06 september 2007 sampai dengan tanggal 25 september 2007. Pihak pengacara sempat mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan namun tidak di respon oleh pihak Polres Sanggau, malah penahanan dipindahkan ke Rutan Klas B Sanggau sebagai tahanan titipan. Penahan diperpanjang oleh Jaksa Penutut Umum sejak tanggal 26 September 2007 sampai dengan tanggal 04 Nopember 2007. setelah berkas diserahkan kepengadilan status mereka menjadi tahanan Pengadilan Negeri Sanggau sejak tanggal 31 Oktober 2007 dan diperpanjang hingga tanggal 28 Januari 2008.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang melakukan penyidikan adalah Ibu Riya Dila S.H. dari kejaksaan negeri Sanggau. Pada saat penyerahan berkas dari pihak kepolisian (P21) JPU sempat mengintimidasi tersangka di Rutan Sanggau untuk tidak menggunakan pengacara dalam proses pengadilan yang kemudian hal ini dilaporkan oleh organisasi SPKS ke kejaksaan tinggi dan di tembuskan ke pihak kejaksaan agung.

Keempat orang tersangka mulai disidangkan berdasarkan surat pelimpahan perkara dari kejaksaan Negeri Sanggau tanggal 31 Oktober 2007 Nomor :B-862/ Q.1.14.3/ Ep.1/10/2007; dan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Sanggau tanggal 31 Oktober 2007 Nomor : 219/Pen.Pid/2007/PN. SGU tentang Penunjukan Majelis Hakim untuk mengadili perkara terdakwa tersebut. Dan Penetapan Ketua Majelis Hakim tanggal 31 Oktober 2007 Nomor : 219/Pen.Pid/2007/PN.SGU tentang penentuan hari sidang pertama pemeriksaan perkara terdakwa tersebut.
Persidangan ini menjadi sorotan publik dimana dalam setiap persidangan selalu dihadiri oleh banyak anggota SPKS dan diliput oleh media massa, Komnas Ham juga langsung turun kelapangan untuk memantau proses persidangan ini. Dalam proses persidangan pihak JPU menghadirkan 19 orang saksi yang terdiri dari Manajer perusahaan hingga satpam, JPU juga menghadirkan saksi ahli yang berasal dari pemerintahan ( P. Sihotang / Kadishutbun Sanggau) sementara pihak tedakwa menghadirkan 3 orang saksi meringankan dan 1 orang saksi ahli (Hermawansyah / Dosen Fakultas Hukum Untan). Para terdakwa didampingi oleh pengacara antara lain, Sulistiono, SH, Agatah Adinda, S.H. Mari’e, S.H, dan dari tim pengacara pilnet Jakarta. Sementara hakim yang menangani persidangan terdiri dari 3 orang majelis hakim yang diketaui oleh Maris Siregar, SH ( juga sebagai ketua Pengadilan Negeri Sanggau) dan 2 orang hakim anggota yaitu Iwan Gunawan, SH dan Prela De Esperenza, SH. Dan Panitera adalah Suparman , SIP.
Proses pengadilan sangat panjang dengan memakan waktu sampai 4 bulan lebih dengan 21 kali persidangan yang dilakukan hingga sampai putusan pada tanggal 21 Januari 2008. Dalam proses persidangan hampir semua saksi yang diajukan oleh JPU tidak ada yang menyatakan dengan pasti bahwa keempat terdakwa melakukan pengrusakan sebagaimana yang dituduhkan, dan terdakwa tidak pernah mengakui perbuatan tersebut. Dalam proses persidangan tim pengacara juga sempat walk out dari ruangan persidangan karena majelis hakim memaksakan jadwal persidangan dan hanya memberikan kesempatan kepada pengacara untuk membuat pledoi (pembelaan) dalam jangka waktu 2 hari sementara hari tersebut merupakan hari libur kerja. Tim pengacara sempat melakukan protes terhadap hal tersebut dengan mengirimkan surat kepada pengadilan tinggi pontianak dan dietmbuskan ke mahkamah agung dan komnas Ham di Jakarta atas prilaku hakim tersebut. Namun sidang tetap dijadwalkan akibatnya keempat terdakwa diputuskan tanpa memberikan pembelaan (pledoi) yang telah mereka serahkan sepenuhnya terhadap pengacara. Dalam persidangan mereka sempat diberikan waktu sekitar 30 menit untuk melakukan pembelaan tanpa pengacara namun terdakwa tetap bersikeras untuk melakukan pembelaaan dengan didampingi pengacara. Namun mejelis hakim tetap membacakan putusan tanpa memberikan kesempatan (mengabaikan pembelaan) kepada keempat orang terdakwa untuk melakukan pembelaaan.
Majelis hakim memutuskan bersalah dengan pertimbangan fakta hukum dari keterngan saksi dan terdakwa karena telah melanggar hukum dengan terpenuhinya unsur barang siapa dan unsur secara terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang, sementara keterangan saksi ahli di kesampingkan oleh majelis hakim. Keempat orang terdakwa diputuskan secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindakan pidana ” dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang” sebagaiamana yang di dakwakan dalam dakwaan kesatu penunutut umum yaitu melanggar pasal 170 ayat (1) KUHP. Namun UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan tidak menjadi
Mereka dijatuhi hukuman masing-masing berbada sesuai peranya yaitu 1. Syahrani dikenakan penjara 2 tahun penjara dan Aleng, Adirianus Andi, dan Martinus Ameng masing-masing 1 tahun penjara.
Melihat kondisi ketidak adilan ini kemudian terdakwa melaui tim pengacara mengajukan banding atas putusan ini ke pengadilan tinggi pontianak.

Kasus 2
Selanjutnya setelah putusan atas kasus yang pertama tersebut, Syahrani dan Aleng oleh jaksa dituntut lagi dengan pasal yaitu : pasal 170 ayat (1) KUHP Yaitu ”secara bersama-saat melakukan kekerasan terhadap orang atau barang”. Namun objeknya berbeda dengan kasus yang pertama ( barang ) sedangkan untuk kasus yang kedua objeknya adalah orang ( Wesley A.S / Kades Kampuh), Martinus Ameng dan Andrianus Andi tidak menjadi terseret dalam kasus ini. Mereka di disidik oleh jaksa berdasarkan pengusutan sebelumnya oleh Polres Sanggau berdasarkan laporan dari Wesley A.S/ kepala desa Kampuh.
Kasus ini dilatarbelakangi oleh pembongkaran pagar yang dilakukan oleh pihak perusahaan bersama muspika dan kepolisian dan tim satlak pada tanggal 5 September 2007. Kasus ini berkaitan dengan rangkaian proses aksi yang dilakukan tanggal 3 September 2007 di kantor PT. Mas II. Sebelumnya sudah ada kesepakatan antar petani dan pihak perusahaan untuk tidak melakukan pembongkaran pagar sebelum ada ada surat jawaban resmi dari perushaan atas 14 point tuntutan yang disampaikan sebelumnya, namun pihak perusahaan kemudian membawa kepolisian dan pihak Kecamtan dan aparat desa melakukan pembongkaran pagar yang dibuat oleh petani. Hal itu mengakibatkan kemarahan oleh petani dan sempat memblokir jalan juga menyandera ketua RT dan meradu mulut dengan kades namun tidak terjadi penganiayaan seperti yang dituduhkan.
Ada kejanggalan atas kasus ini dimana Syahrani dan Aleng didatangi pihak kepolisian ke Rutan untuk menandatangai BAP dan dilakukan secara paksa dan intimidasi tanpa di dampingi oleh pengacara. Tim Pengacara yang terdiri dari Sulistionso, SH dan Agatah Adinda, SH baru mendampingi mereka setelah kasus mereka dilimpahkan kepengadilan. Dalam proses persidangan Syahrani tidak mengakui terjadi pemukulan terhadap kepala desa dan tidak ada saksi yang melihat secara jelas bahwa tersangaka melakukan penganganiayaan terhadap korban ( Wesley AS). Jaksa Penuntut umum yang di tujuk adalah orang yang sama dengan kasus yang pertama ( Riya Dilla, S.H ) dan majelis hakim juga merupakan orang yang sama yang diketua oleh Marisi Siregar, SH cuma salah satu anggotanya majelis hakim yang berbeda. JPU mengahdirkan saksi dari pihak kepolisian dan satpan ( 6 orang saksi) sementara saksi yang meringakna dari pihak tersangka tidak dihadirkan karena ada intimidasi yang dilakukan di lapangan oleh antek-antek perusahaan. Sidang dilakukan sebanyak 6 kali persidangan pada tanggal 23 april 2008 majelis hakim menyatakan bahwa Syahrani dan Aleng terbukti sebagaimana yang dituduhkan oleh JPU berkaitan dengan pasal pasal 170 ayat (1) KUHP Yaitu ”secara bersama-saat melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dan di hukum 6 Bulan penjara. Untuk kasus yang kedua ini tim pengacara tidak mengajukan banding.




Pasca Putusan

Proses persidangan yang dilakukan dimana ketidak adilan selalu dipertontonkan oleh pemerintah dan pengusaha yang kemudian mempengaruhi lembaga peradilan dan penegak hukum nampak sekali keberpihakanya bukan untuk rakyat. Ini merupakan skenario yang memang sudah dipersiapkan oleh perusahaan dan pemerintah untuk menghancurkan perjuangan petani dan terlihat jelas pada proses nuansa dalam persidangan dan manufer yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan yang telah berkolaborasi.
Kasus ini merupakan ujian berat bagi organisasi dalam penanganan dan keluar dari persoalan dan tekanan dari berbagai pihak atas kondisi situasi tersebut. Tekanan politik dari pemerintah dan perusahaan kemudian menjadi issue politik di Sanggau mengakibatkan resistensi terhadap organisasi oleh semua pihak akibat kampanye yang dilancarkan oleh pihak perusahaan dan pemerintah karena dianggap melawan pemerintah dan merusak investasi. Situasi ini kemudian menjadi beban yang menghambat organisasi dan membuyarkan konsolidasi yang selama ini dilakukan dan mengikis kepercayaan anggota terhadap organisasi. Kemampuan organisasi dan tidak optimalnya dukungan jaringan prodemokratik lainya kemudian mengakibatkan kasus ini mengalami stagnasi, perjuangan litigasi yang dilakukan kemudian menjadi tidak berarti tanpa upaya konsolidasi dan perjuangan diluar jalur hukum (non litigasi). Hal ini menjadi proses pembelajaran diamana tekanan dan dukungan luas adalah kunci yang harus dimainkan, peran organisasi dan pimpinan merupakan modal utama dalam melakukan tekanan. Putusan yang dijatuhkan bagi 4 orang anggota SPKS tersebut menunjukan ketidakadilan bagi perjuangan petani padahal upaya lainya juga sudah dilakukan misalnya dengan mendatangkan KOMNAS HAM, melakukan tekanan dengan loby-loby politik DPRD, Kapolda dan dewan Adat, dan kasus ini telah memaksa pihak perusahaan untuk bernegosiasi dengan pucuk pimpinan SinergyDrive dikuala lumpur dengan petani namun folowup tidak dijalankan dengan baik.
Namun ada beberpa hal yang bisa di pandang poistif dimana ditingkat lapangan tuntutan petani yaitu semi manajemen tidak dipotong lagi oleh perusahaan, kelebihan kredit mulai di hitung dan dikembalikan kepada petani dan perusahaan mulai memperbaiki manajemen penanganan petani plasma. Yang tidak berubah adalah kebijakan di pihak pemerintah.
Hingga saat ini kedua orang dari 4 orang lainya ( Ameng dan Adrianus Andi) sudah dibebaskan dari tahanan dan kembali kekeluarga mereka, sementara Syahrani dan Aleng masih menunggu putusan pengadilan tinggi atas banding yang mereka ajukan pada kasus yang pertama. Dan harus menjalankan sisa tahanan atas putusan pada kasus yang kedua.

No comments: